Laman

Minggu, 09 Januari 2011

Asuhan Keperawatan Eklamsia

Posting: Maghfaruddin
Tinjauan Teoritis

1.1.    Latar belakang
Eklamsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan paling berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika serikat kematian akibat eklamsia mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun terakhir, dengan presentase 10 %-15 % antara tahun 1991-197 kira-kira 6% dari seluruh kematian ibu di amerika serikat adalah akibat eklamsia, jumlahnya mencapai 207 kematian. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa eklamsia ataupun pre eklamsia berat harus selalu dianggap sebagai keadaan yang mengancam jiwa ibu hamil. Pada tahun 1984 Pritchard dan kawan-kawan melaporkan hasil penelitiannya dengan rejimen terapi 245 kasus eklamsia. Pritchard pada tahun 1995 memulai standardisasi rejimen terapi eklamsia di Parkland Hospital dan rejimen ini sampai sekarang masih digunakan.

Eklamsia yang berat merupakan indikasi dari untuk dilakukan operasi seksio sesar. Operasi seksio sesar dilakukan guna untuk menolong ibu dan anak yang akan dilahirkan.
Dengan masalah eklamsia yang serius dan dapat mengancam kehidupan ibu dan anak yang akan dilahirkan  maka penyusun berminat untuk mengangkat masalah kasus asuhan keperawatan pada Ny. G dengan diagnosa post operasi seksio sesar disertai eklamsia di ruangan Camar I RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru.

1.2.    Tujuan
a.  Tujuan Umum
          Kelompok mampu menyelesaikan praktek klinik sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan serta memahami konsep dasar penyakit dan konsep dasar keperawatan. Sehingga kelompok mampu memberikan asuhan keperawatan melalui proses keperawatan  pada pasien Ny. G post operasi seksio sesar disertai eklamsia di ruangan Camar I RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru

b.  Tujuan Khusus
1.    Mahasiswa/i mampu menjalin hubungan therapatik antara keluarga, pasien, dan sesama tim kesehatan/
2.    Mahasiswa/i mampu melakukan pengkajian secara mandiri pada Ny. G dengan diagnosa post operasi seksio sesar disertai eklamsia.
3.    Mampu menganalisa data dalam menegakkan diagnose keperawatan pada pasien Ny. G dengan diagnosa post operasi seksio sesar disertai eklamsia.
4.    Mahasiswa/i mampu membuat intervensi yang tepat pada pasien Ny. G
5.    Mahasiswa/i mampu menerapkan tindakan keperawatan yang telah disusun di lapangan dengan standar operasional prosedur yang telah ditetapkan dan memiliki rasionalnya.
6.    Mahasiswa/i mampu melakukan evaluasi terhadap implementasi keperawatan yang telah dilakukan, melanjutkan tindakan yang belum berhasil dicapai sesuai tujuan dan kriteria hasil serta intervensi yang perlu direvisi.

1.3.    Manfaat penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    Mengetahui secara teori dari konsep dasar penyakti eklamsia dan operasi seksio sesar.
2.    Mengetahui secara teori tentang konsep dasar keperawatan post operasi seksio sesar dan eklamsia.
3.    Mampu menerapkan tindakan keperawatan sesuai intervensi yang berpedoman pada Standar Operasional Prosedur di lapangan.

3.1.    Ruang lingkup masalah
1.    Ruang lingkup masalah.
Pada makalah ini kelompok hanya membatasi permasalahan seputar penyakit eklamsia dan post operasi seksio sesar yang ditinjau dari teoritis dan kasus serta pembahasan antara kesesuaian dan  kesenjangan teroritis dan kasus pada pasien post operasi seksio sesar disertai eklamsia
2.    Ruang lingkup lokasi
Disini kelompok membatasi lokasi yang dilakukan pengkajian yaitu pada ruangan Camar I RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru.

.
3.    Ruang lingkup pelaksanaan
Pengkajian dilakukan pada praktek klnik maternitas dimulai tanggal 24 November 2009 sampai tanggal 28 november 2009.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Konsep Dasar Penyakit Eklamsia
2.1.1    Pengertian eklamsia
Eklamsi adalah Penyakit akut dengan kejang dan coma pada wanita hamil dan dalam nifas dengan hipertensi, oedema dan proteinuria (Obtetri Patologi,R. Sulaeman Sastrowinata, 1981 ).

2.1.2    Insiden
Eklamsi lebih sering terjadi pada primigravidarum dari pada multipara (Obtetri Patologi,R. Sulaeman Sastrowinata, 1981 ).

2.1.3    Patofisiologi
Eklamsia terjadi karena perdarahan dinding rahim berkurang sehingga plasenta mengeluarkan zat-zat yang menyebabkan ischemia uteroplasenta dan peningkatan tekanan darah. Terjadinya ischemia uteroplasenta dan hipertensi menimbulakan kejang atau sampai koma pada wanita hamil.
          Pathways
Peredarah dinding rahim berkurang(ischaemia rahim)

Placenta atau decidua mengeluarkan zat-zat yang menyebabkan spasme (ischaemia uteroplacenta) dan hipertensi

Eklamsi

Mata terpaku
Kepala dipalingkan ke satu sisi
Kejang-kejang halus terlihat pada muka
(Invasi)

Badan kaku
Kadang episthotonus
(Kontraksi/Kejang Tonis)

Kejang hilang timbul
Rahang membuka dan menutup
Mata membuka dan menutup
Otot-otot badan dan muka berkontraksi dan berelaksasi
Kejang kuat terjadi dan kadang lidah tergigit
Ludah berbuih bercampur darah keluar dari mulut
Mata merah, muka biru
(Konvulsi/KejangClonis)
-Tensi tinggisekitar 180/110 mmHg
-Nadi kuat berisi-keadaan buruk nadi menjadi kecildan cepat
Demam,Pernafasan cepat, sianosisProteinuria dan oedema

Coma
Amnesia retrigrad post koma

2.1.4    Etiologi
Sampai saati ini etiologi terjadinya eklamsia belum diketahui pasti ( Kapita selekta kedokteran, 270)

2.1.5    Manifestasi klinis
Seluruh kejang eklamsia didahului dengan pre eklamsia. Eklamsi digolongkan menjadi kasus antepartum, intrapartum dan post partum, adapun tanda dan gejalanya sebagai berikut:
Eklamsia ringan
·         Peningkatan tekanan darah >140/90 mmHg
·         Keluarnya protein melalui urine (proteinuria) dengan hasil lab proteinuria kuantitatif (esbach) >=300mg/24 jam
·         Atau dipstic +1
·         Kenaikan berat badan lebih dari 1 kg seminggu
·         Bengkak kedua kaki, lengan dan kelopak mata.
Eklamsi berat
·         Tekanan darah 160/110 mmHg
·         Proteinuria kuantitatif > = 2 gr/24 jam
·         Atau + 2 terdapat protein di dalam urine dalam jumlah yang signifikan.
·         Trombosit kurang dari 100.000/mm 3
Prognosis
·         Koma lama
·         Nadi diatas 120
·         Suhu diatas 39°c
·         Tensi diatas 160/110 mmHg
·         Lebih dari 10 serangan
·         Proteinuria 10 gram sehari atau lebih
·         Tidak adanya edema

2.1.6    Komplikasi
Pada ibu
CVA ( Cerebro Vascular Accident )
·         Edema paru
·         Gagal ginjal
·         Gagal hepar
·         Gangguan fungsi adrenai
·         DIC ( Dissemined Intrevasculer Coagulopaathy )
·         Payah jantung
Pada anak
·         Prematuritas
·         Gawat janin
·         IUGR (Intra.Uterine Growth Retardation)
·         Kematianjanin dalam rahim

2.1.7    Pemriksaan diagnostik
·         Pemeriksaan laboratorium
·         adanya protein dalam air seni
·         fungsi organ, hepar, ginjal, jantung
·         fungsi Hematologi - Hemostasis
·         Kardiologi
·         Optalmologi
·         Anestesiologi
·         Neonatologi dan lain-lain

2.1.8    Diagnosis banding
Kehamilan disertai kejang oleh karena sebab-sebab yang lain , misal:
·         Febrile convulsion” ( panas + )
·         Epilepsi ( anamnesa epilepsi + )
·         Tetanus ( kejang tonik/kaku kuduk )
·         Meningitis/ensefalitis ( pungsi lumbal )

2.1.9    Pentalaksanaan medis
1. Prinsip pengobatan
·         Menghentikan kejang-kejang yang terjadi dan mencegah kejang-kejang ulangan
·         Mencegah dan mengatasi komplikasi
·         Memperbaiki keadaan umum ibu maupun anak seoptimal mungkin
Pengakhiran kehamilan / persalinan mempertimbangkan keadaan ibu

2. Obat obat untuk anti kejang
MgS04 (Magnesium Sulfat)
1.    Dosis awal: 4 gr 20% iv pelan-pelan selama 3 menit atau lebih, disusul 10 gr 50% i.m. terbagi pada bokong kanan dan kiri
2.    Dosis ulangan: tiap 6 jam diberikan 5 gr 50% i.m diteruskan sampai 6 jam pasca persalinan atau 6 jam bebas kejang
Syarat:
- reflek patela harus positip
- tidak ada tanda-tanda depresi pernapasan (respirasi > 16 kali/menit)
- produksi urine tidak kurang dari 25 cc/jam atau 600 cc/hari
3.    Apabila ada kejang-kejang lagi, diberikan MgS04 20%, 2 gr i.v pelan-pelan. Pemberian i.v ulangan ini hanya sekali saja, apabila masih timbul kejang lagi, maka diberikan Pentotal 5 mg/kg BB /i.v pelan pelan.
4.    Bila ada tanda-tanda keracunan, MgS04 diberikan antidotum Glukonas Kalsikus 10 g%.l0cc i.v pelan-pelan selama 3 menit atau lebih
5.    Apabila sudah diberi pengobatan diazepam sebelumnya tetapi tidak adekuat, maka dilanjutkan pengobatan dengan MgS04.

2.2.  Konsep Dasar Post Operasi Seksio Sesar
2.2.1  Definisi
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. (Rustam Mochtar, 1992).
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 1991).



2.2.2  Indikasi seksio sesar
       Menurut hecker (2001) indikasi seksio sesar dibagi menjadi tiga yaitu
1.    Ibu atau janin
Distosia (ketidakseimbangan cefalopelvik, kegagalan induksi persalinan, kerja rahim yang abnormal).
2.    Ibu
Penyakit ibu (eklamsia/preeklamasi yang berat, DM, penyakit jantung kanker cervika,) pembedahan rahim sebelumnya karena riwatay seksio sesar, ruptur rahim yang sebelumnya, miomektomi dan adanya sumbatan jalan lahir.
3.    Janin
Gangguan pada janin, prolaps tali pusat, malpresentasi janin.

2.2.3    Manifestasi klinis
1.   Kejang parsial ( fokal, lokal )
a.    Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
  Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.
  Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
  Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan ajtuh dari udara, parestesia.
  Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
b.   Kejang parsial kompleks
  Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks
  Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap – ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
  Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2.   Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a.    Kejang absens
  Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
  Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
  Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh
b.   Kejang mioklonik
  Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.
  Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
  Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
  Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c.    Kejang tonik klonik
  Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
  Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
  Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
  Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d.   Kejang atonik
  Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.
  Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

2.2.4    Penataksanaan medis
1.    Memberantas kejang Secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
2.    Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh Dilupakan perlunya pengobatan penunjang
§  Semua pakaian ketat dibuka
§  Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
§  Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.
§  Penhisapan lendir harus dilakukan secara tertur dan diberikan oksigen.
3.    Pengobatan rumat
§  Profilaksis intermiten
Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipietika. Profilaksis ini diberikan  sampai kemungkinan sangat kecil anak mendapat kejang demam sederhana yaitu kira - kira sampai anak umur 4 tahun.
§  Profilaksis jangka panjang
Diberikan pada keadaan
Y  Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
Y  Kejang demam yang mempunyai ciri :
-         Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi, retardasi perkembangan dan mikrosefali
-         Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, berdifat fokal atau diikiuti kelainan saraf yang sementara atau menetap
-         Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik
-         Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1 bulan

2.3  Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
      2.3.1  Pengkajian
Data yang dikaji pada ibu dengan eklampsia adalah :
  1. Data subyektif :
-          Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
-          Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
-          Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM
-          Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
-          Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
-          Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya

  1. Data Obyektif :
-          Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
-          Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
-          Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
-          Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks + )
-          Pemeriksaan penunjang ;
·      Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam
·      Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
·      Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
·      Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
·      USG ; untuk mengetahui keadaan janin
·      NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

2.3.2   Diagnosa keperawatan
1.    Gangguan rasa nyaman nyeri b.d tindakan post operasi seksio sesar
2.    Resiko tinggi infeksi b.d luka post operasi seksio sesar
3.    Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan fungsi organ (vasospasme  dan peningkatan tekanan darah).
4.    Resiko tingi terjadinya cidera b.d kejang-kejang berulang.


2.3.3  Intervensi keperawatan
No Dx
Tujuan dan Kriteria hasil
Intervensi
Rasionalisasi
1.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu maks x 24 jam diharapkan rasa nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria hasil:
·         Pasien tidak meringis
·         Skala nyeri normal
·         Pasien melaoporkan rasa nyeri hilang atau berkurang
1.   lakukan pengkajian nyeri
2.   lakukan managemen nyeri
3.   monitoring keadaan insisi luka post operasi.
4.   Ajarkan tekhnik nafas dalam
5.   Ajarkan tehnik relaksasi
1.    Setiap skala nyeri memiliki managemen yang berbeda
2.    Antisipasi nyeri akibat luka post operasi
3.    Antisipasi nyeri akibat luka post operasi
4.    Tekhnik nafas dalam dapat mengurangi rasa nyeri.
5.    Relaksasi dapat mengalihkan persepsi nyeri.

2.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu maks x 24 jam diharapkan resiko tinggi infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil:
·         Menunjukkan regenerasi jaringan dan mencapai penyembuhan tepat waktu
·         pada area luka tampak bersih dan tidak kotor
·         Luka tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi


1.    Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
2.    Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
3.    Lakukan perawatan luka aseptik
4.    Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.
5.    Kolaboras pemeriksaan darah : leokosit
6.    KolaborasiPemberian obat-obatan  antibiotika sesuai indikasi

1.    Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
2.    Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
3.    Mencegah kontaminasi dan kemungkin- an infeksi silang.
4.    Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
5.    Lekosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi
6.    Untuk mencegah kelanjutan terjadinya infeksi.

3.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu maks x 24 jam diharapkan resiko tinggi kejang tidak terjadi dengan kriteria hasil:
·         Kesadaran  : compos mentis, GCS : 15 ( 4-5-6 )
·         Tanda-tanda vital :
TD     :120/80mmHg
Suhu  : 36-37 C
Nadi            : 60-80 x/i
RR                 : 16-20 x/i


1.    Monitor tekanan darah tiap 4 jam
2.    Catat tingkat kesadaran pasien
3.    Kaji adanya tanda-tanda eklampsia (hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi, dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )
4.    Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi dan SM.

1.    Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan indikasi dari PIH.
2.    Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak.
3.    Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada  otak, ginjal, jantung dan paru yang mendahului status kejang.
4.    Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dan SM untuk mencegah terjadinya kejang
4.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu maks x 24 jam diharapkan resiko tinggi cidera tidak terjadi dengan kriteria hasil:
·         Pasien tidak terjatuh atau cidera.
·         Lidah pasien tidak tergigit.

1.    Monitor tanda-tanda terjadinya kejang.
2.    Pasang restrein jika kerang sering terjadi
3.    Pasang sudip lidah bila terjadi kejang
1.    Antispasi terhadap terjadinya cidera.
2.    Menghindari pasien dari terjatuh dan cidera.
3.    Menghindari agar lidah tidak tergigit.

2.3.4    Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang harus dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat dengan mendahulukan prioritas yang mengacam keadaan pasien.

2.3.5    Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir penilaian dari proses keperawatan dengan menggunakan SOAP sebagai penilaian keberhasilan atau tidak berhasilnya implementasi yang telah dilakukan serta melanjutkan dari intervensi yang belum tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilyn E. Doenges. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapiu Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia
Persis Mary Hamilton, (1995), Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, EGC, Jakarta
R. Sulaeman Sastrawinata, (1981), Obstetri Patologi, Bandung: Elstar Offset
------(1995), Ilmu Penyakit Kandungan UPF Kandungan, Surabaya: Dr.Soetomo.
Carpenito L. J, 2001, Diagnosa keperawatan, Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri, Jakarta : EGC
Winkjosastro, Hanifa, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
http/www.jevuska.com ASKEP SECTIO CAESARIA «  ..WELCOME TO HARNA’S WORLD.htm

0 komentar:

Posting Komentar

Habis dibaca, jangan lupa komentarnya y...

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...